Setelah lulus kuliah dan pulang kerumah (Ambon), kami masih sms-an tapi aku sudah tidak terlalu memikirkan perasaanku karena sulit bagiku untuk memahami bagaimana kami akan bertemu lagi. Jadi aku lebih menikmati waktu-waktu bersama keluarga dan juga beberapa teman dekatku di Ambon.
Sebulan dirumah, akhirnya Omku (adiknya papa) mengundangku untuk ke Jakarta. Setelah dipertimbangkan matang-matang sampe hangus dan minta masukan dari mama papa akhirnya aku berangkat ke Jakarta sekitar akhir Juni 2006. Nyampe Jakarta, nyari kerja, ngisi lamaran, menjalani tes dan interview disana sini. Pertama ke Jakarta langsung berasa pusing banged. Macet, debu dimana-mana n pake nyasar pula. Wkwkwkwkwkwk. Pengalaman yang tak terlupakan.
Bulan Agustus 2006 akhirnya aku bekerja di UI Depok. Waktu mulai bekerja, kami bisa lebih sering komunikasi lewat chatting :P. Bulan Oktober aku sempat ke Surabaya dan bertemu dengan teman-temanku termasuk suamiku. Tapi masih seperti yang dulu, kami ga pernah jalan berdua. Klo pun ketemuan selalu rame-rame.
Komunikasi kami semakin intens pada akhir tahun 2006. Aku menelpon untuk memberi semangat karena suamiku sedang menyelesaikan skripsinya waktu itu. Perasaanku waktu kembali ke Jakarta mulai tumbuh lagi tapi aku terus berdoa supaya tidak berlebihan dan terlalu berharap.
Awal tahun 2007 tepatnya tanggal 17 Januari, suamiku ngajak chatting (jadi ceritanya aku “ditembak” lewat IM, wkwkwkwk). Rencananya hari itu suamiku mau berangkat ke Bandung dan singgah ke Jakarta untuk melaksanakan “misinya” tapi karena ada suatu masalah sehingga rencananya dibatalkan.
Suamiku meminta supaya aku mendoakan apakah dia adalah pilihan yang tepat untukku dan memberikanku waktu untuk menjawabnya paling lama 2 tahun. Selain itu, suamiku juga mengingatkan bahwa klo jawabanku “iya” berarti aku akan bersedia untuk pindah ke Papua karena suamiku akan kembali dan membangun daerahnya.
Komunikasi kami semakin intens pada akhir tahun 2006. Aku menelpon untuk memberi semangat karena suamiku sedang menyelesaikan skripsinya waktu itu. Perasaanku waktu kembali ke Jakarta mulai tumbuh lagi tapi aku terus berdoa supaya tidak berlebihan dan terlalu berharap.
Awal tahun 2007 tepatnya tanggal 17 Januari, suamiku ngajak chatting (jadi ceritanya aku “ditembak” lewat IM, wkwkwkwk). Rencananya hari itu suamiku mau berangkat ke Bandung dan singgah ke Jakarta untuk melaksanakan “misinya” tapi karena ada suatu masalah sehingga rencananya dibatalkan.
Suamiku meminta supaya aku mendoakan apakah dia adalah pilihan yang tepat untukku dan memberikanku waktu untuk menjawabnya paling lama 2 tahun. Selain itu, suamiku juga mengingatkan bahwa klo jawabanku “iya” berarti aku akan bersedia untuk pindah ke Papua karena suamiku akan kembali dan membangun daerahnya.
Waktu berlalu, kami agak menjaga jarak dan menguji perasaan masing-masing. Berdoa supaya Tuhan memberikan hikmat bagi kami untuk memutuskan bukan berdasarkan perasaan semata dan meminta pertimbangan dari orang tua juga sahabat-sahabat kami.
Kami bertemu lagi waktu aku ke Surabaya bulan Mei 2007, kami sudah lebih dekat, masih malu-malu tetapi lebih santai dalam membangun komunikasi dan perasaan kami semakin bertumbuh.
Akhirnyaaaaaa setelah perjuangan panjang, suamiku lulus kuliah bulan Agustus 2007 *horeee*, aku diundang ke Surabaya untuk menghadiri wisudanya dan merencanakan untuk memberi jawaban "iya" kepada suamiku tanggal 1 September. Pasti pada nanya, kok lama banged jawabnya?? Hehehehehe. Bagiku menyelesaikan pendidikan adalah salah satu bentuk tanggung jawab anak-anak kepada orang tuanya. Klo seseorang tidak dapat bertanggungjawab sebagai seorang anak, bagaimana orang tersebut bisa bertanggung jawab sebagai seorang suami atau orang tua.
Akhirnyaaaaaa setelah perjuangan panjang, suamiku lulus kuliah bulan Agustus 2007 *horeee*, aku diundang ke Surabaya untuk menghadiri wisudanya dan merencanakan untuk memberi jawaban "iya" kepada suamiku tanggal 1 September. Pasti pada nanya, kok lama banged jawabnya?? Hehehehehe. Bagiku menyelesaikan pendidikan adalah salah satu bentuk tanggung jawab anak-anak kepada orang tuanya. Klo seseorang tidak dapat bertanggungjawab sebagai seorang anak, bagaimana orang tersebut bisa bertanggung jawab sebagai seorang suami atau orang tua.
Demikianlah akhir Episode I kisah cinta kami *lebay*. Kami percaya, apapun yang kami bangun didalam Kristus akan membawa “kebahagiaan” yaitu kemuliaan bagi nama Tuhan
6 komentar:
hmmmm trharu
wktu itu emg g trlalu berat ya pas mtusin hrs keapua jg, kan jauh gitu wel
tpi gw salut loh ama suamimu dia teh mau balik kepapua utk bangun daerahnya dgn jdi dosen
btw ini form komennya neng dimudahkanlah hahaha
gausah pake caption suka susah gw haha ;p
Berat cha, makanya butuh waktu lama untuk mendoakan :)
Iya, salut juga gw..makanya jatuh cintrong :P
Hahahahahha, akan diusahakan..
salllluuuuuutttt......# baca cerita ini sambil membayangkan wajah remus klo lg panik n harap2 cemas hahahahahahah....
Hahahahahaha, itu sudah mama ade :)
Ternyata begitu ceritanyaaa...ekekkeke..benar-benar proses yang panjang ya. Tapi kalau sabar, pasti dapat yang terbaik. buktinya cerita di atas.
@Lasma : hahahhahha, begitulah ceritanya..Panjaaaang dan lamaaa itulah coki2 *ganyambung:P*
Posting Komentar